SEJARAH PECAHNYA SETIA HATI / SH PANTI, PSHT DAN PSHW DAN SH LAINNYA

Assalamualaikum wr.wb......

SahabatRakyat Indonesia_ Puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah memberikan kita keselamatan serta kesehatan dan shalawat serta salam kita junjungkan kepada nabi semua ummat Nabi Muhammad saw, yang telah membawa kita dari dunia kegelapan menuju dunia terang yaitu Islam.

Sahabat rakyat indonesia kali ini akan membahas tentang Sejarah SETIA HATI / SH yang berpusat di madiun jawa timur, bila ada salah kata atau salah dalam tulisan ini kami mohon maaf sebesarnya karena insan tak luput dari salah, kesempurnaan hanya milik Allah Swt,


selamat membaca :

Salam persaudaran buat keluarga besar SH dan buat seluruh hamba Allah dan Ummat Nabi Muhammad Saw.

SETIA HATI. Sudah, itu saja nama asli perguruan asli Madiun ini. Tanpa embel-embel nama lain di belakangnya. Hanya SH. Setia Hati bisa disebut sebagai organisasi yang lengkap.

Mengajarkan bagaimana cara keluar dari permasalahan hidup, dengan menggabungkan kebutuhan jasmani dan rohani. Dua kebutuhan itu lalu dilebur dalam gerak indah untuk pertahanan diri, yang akhirnya diberi nama pencak silat.

Pencak silat dalam arti untuk pertahanan lahir batin, bukan untuk gubrak-gabruk adu fisik. Adalah Ki Ngabehi Surodiwiryo yang punya inisiatif untuk melahirkan ajaran Setia Hati. Di Jl Gajah Mada No 41, Kelurahan Winongo, Kecamatan Manguharjo, Kota Madiun, ajaran ini mulai diperkenalkan oleh pria flamboyan yang akrab disapa Eyang Suro itu pada khalayak pada tahun 1903. 

Filosofi dasar ajaran Setia Hati sebenarnya sangat luhur dan manusiawi. ”Setia Hati memiliki makna setia menuruti kehendak hati yang luhur untuk mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa,” papar Koes Soebakir, pengesuh Setia Hati –atau menurut istilah SH disebut pengecer.

SH, kata Koes, memberikan suatu pelajaran untuk mendapatkan keselamatan. Secara teknis, memberikan pelajaran lahiriah berupa pencak silat dan pelajaran batiniah berupa upaya sungguh-sungguh untuk mendalami ajaran ke-Tuhan-an.

Lalu dua hal tersebut dipadukan sehingga melahirkan satu gerak, baik refleks fisik maupun rasa, sehingga bisa memecahkan permasalahan yang dihadapi, menghindarkan diri dari marabahaya, dan dengan begitu seorang warga SH bisa selamat.

Dan perpaduan itulah yang disebut sebagai pencak silat, buah dari kolaborasi jasmani dan rohani yang luhur. Pencak silat SH itu untuk melindungi diri. Untuk mengeluarkan seorang SH dari permasalahan hidupnya.

Bukannya untuk mencari masalah dengan main hajar orang lain. ”Kalau saja semua SH berpedoman pada pakem yang diajarkan Ki Ngabehi Surodiwiryo, tidak akan pernah ada insiden. Karena seorang SH sejati pasti akan menghindari perbuatan yang tidak pantas, seperti mencelakai orang lain,” kata Koes. SH asli, yang saat ini lebih dikenal dengan nama SH Panti, tidak pernah merekrut anggota.

Tapi, para pengurus memilih istilah “menghantar” siapa yang berminat untuk masuk ke dalam SH. Mereka pun cukup selektif untuk memilih calon warga. ”Calon warga SH harus memenuhi dua syarat. Pertama, benar-benar punya niat kuat untuk mempelajari SH yang murni.

Yang kedua dewasa, dalam artian sudah bisa membedakan mana yang baik dan buruk atau benar dan salah,” kata Koes. Beda dengan SH lainnya, seperti SH Terate dan Tunas Muda --keduanya turunan dari SH Panti—yang umumnya merekrut calon warga dalam skala massif, di SH Panti sekali masuk maksimal hanya dua orang. ”Menurut perhitungan ajaran SH tidak boleh lebih dari dua orang.

Ajaran itu murni dari Ki Ngabehi Surodiwiryo,” terang pengecer ke-7 SH Panti itu. Inilah yang membuat SH Panti terkesan adem ayem. Pemilihan anggotanya cukup selektif, sehingga pengajaran benar-benar fokus dan mengena.

Menurut Koes Soebakir, seorang SH Panti dijamin tidak akan melenceng dari ajaran dan tujuh sumpah yang diucapkan ketika ditahbiskan sebagai seorang SH. ”Kalau melanggar sumpah tidak akan selamat.” Juga karena alasan itulah SH Panti bukan tipikal SH yang suka menggelar unjuk kekuatan massa.

Karena memang bukan itu tujuan SH. Tapi lebih pada pengajaran pada masing-masing individu SH menjadi pribadi yang matang lahir-batin dan selamat dunia-akhirat. Ajaran SH untuk individu, bukan untuk kelompok.

Dan ajaran SH hanya diberikan pada warga yang sudah memenuhi syarat dan dikecer, tidak disebarluaskan secara umum. Sampai sekarang, SH masih eksis dengan nama SH Panti. Pusat kegiatannya di rumah yang pernah ditempati Eyang Suro bersama istrinya, Ny Sariati. Suasana rumah yang kemudian disebut panti itu memang adem ayem, jauh dari kesan ingar-bingar.

Suasana itu seperti pencerminan dari kehidupan Ki Ngabehi Surodiwiryo, seorang pekerja di Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) Madiun pada zaman kolonial Belanda, yang menjalani hidup bersahaja dan tenang.

Tidak mengangkat dagu kendati dia adalah keturunan darah biru bila ditarik dari garis darah Betoro Katong penguasa Ponorogo zaman dulu. Dijalankan Tiga Badan Secara organisasi, SH Panti dijalankan oleh tiga unsur, yaitu Badan Pengesuh atau Pengikat, Badan Pengasuh, dan Badan Pertimbangan.

Disebut Pengesuh, berasal dari  kata dasar esuh, dalam bahasa Jawa berarti pengikat lidi. Pengesuh bisa diartikan sebagai pemersatu yang bertanggung jawab terhadap SH. Yang bisa menjadi seorang pengesuh harus warga tingkat tiga, seperti Koes Soebakir.

Dari Badan Pengesuh inilah akan diangkat juru kecer, yang akan mengesahkan seseorang sebagai warga SH. Sedangkan Badan Pengasuh bertanggung jawab atas rumah tangga SH. Yang mengemban peran ini tidak harus tingkat tiga layaknya Pengesuh.

Tugasnya sebagai pelaksana upacara kecer, Suran, atau silaturahim. Badan Pertimbangan bertugas memberikan pertimbangan, referensi, dan bagaimana keputusan yang akan diambil oleh organisasi. ”Tapi bukan berarti mendominasi badan pengesuh maupun pengasuh,” Koes menjelaskan. Pecah karena Pilihan Pada dasarnya SH memang hanya satu.


Tapi, dalam kondisi kekinian, ada empat SH yang eksis, yaitu SH Panti, SH Terate, SH Organisasi, dan SH Tunas Muda. SH Panti, Terate, dan Tunas Muda terpusat di Madiun, sementara SH Organisasi lahir dan besar di Semarang, Jawa Tengah. Mereka pecah karena pilihan sikap masing-masing.

Dan hanya SH Panti yang mengaku masih menjalankan pakem ajaran asli Ki Ngabehi Surodiwiryo. Menurut catatan sejarah Setia Hati, SH Terate didirikan oleh Hardjo Oetomo di Desa Pilangbango, Kecamatan Kartoharjo, Kota Madiun pada tahun 1922.

Sampai sekarang, pusat kegiatan SH Terate ada di Jl Merak, Kelurahan Nambangan Kidul, Kecamatan Taman, Kota Madiun. Lalu, pada tahun 1932, Munandar Hadiwijoto memilih mendeklarasikan SH Organisasi di Semarang.

Selang tiga dikade setelah SH Organisasi lahir, tepatnya tahun 1966, R Djimat Soewarno juga memisahkan diri dari SH Panti, untuk kemudian mendirikan SH Tunas Muda Winongo yang berpusat di Jl Doho, Kelurahan Winongo, Kecamatan Manguharjo, Kota Madiun.

“Yang asli berdiri dari tahun 1903 sampai sekarang adalah SH Panti,” kata Koes Soebakir. Tentang latar belakang kenapa ada perpecahan, kata Koes, ”Itu pilihan kepentingan masing-masing pendiri yang tak ada hubungannya dengan SH Panti.”



Sumber: kandangsh.blogspot.com

14 Responses to "SEJARAH PECAHNYA SETIA HATI / SH PANTI, PSHT DAN PSHW DAN SH LAINNYA"

  1. SH cabang tangerang selatan ada ga?

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah dapet ilmu baru dari artikel ini. Semoga bermanfaat & SH JAYA!!! ��

    BalasHapus
  3. Suro sudiro jayaningrat lebur dening pangastuti

    BalasHapus
  4. Matur suwun sanget untuk infonya. Semoga bermanfaat

    BalasHapus
  5. Poko nya saya tetap SH bukan yg lain yg tau bapak nya siapa jagan suka melupakan orang tua nya kita sebagai orang Sh harus patuh kepada orang tua nya dan asal mula nya dari mana persaudaraan setia hati,SETIA HATI tetap berkibar di setiap penjuru berjaya lah SETIA HATI

    BalasHapus
  6. semua ajaran sh pasti bertujuan baik .semoga sh smakin jaya.
    pshw jos

    BalasHapus
  7. Tolong di ulas perbedaannya....

    BalasHapus
  8. Sumbernya kok cuma sedikit. Terpercaya gak tu cerita

    BalasHapus
  9. Apa pun perbedaan kita.menciptakan perdamaian di mulai dari hati kita sendiri untuk kebersamaan.

    BalasHapus